Yang Tertinggal

Dan lihatlah, mereka pun menghadapkan wajahnya pada mentari belia itu, berharap kilau cahaya pertama pagi ini mampu mengusap debu yang menempel pada wajah – wajah letih mereka.

Sungguh, saat arunika tlah menjauh kan kau saksikan kawanan burung yang bernyanyi riang bertengger pada ranting ranting yang sebagiannya tlah rapuh. Mengepakan sayap – sayapnya dan membelai pucuk muda yang mengira hangatnya hidup tanpa teriknya siang hari.

Lalu lihatlah pada ia yang tlah layu, manakala angin dari lembah berkejaran dan bermain begitu riang, dan hembusannya menggoyahkan keyakinan pada mereka yang mulai rapuh lalu perlahan terjatuh dan mati..

Lantas kau coba menimpakan semua kesalahan pada malam, tega teganya ia meninggalkan pagi yang tlah basah, dan menyisakan pucuk – pucuk kerinduan yang menyala terang di bawah mentari,

Sudahlah, kita pun takkan pernah mampu menahan laju mentari. Meskipun akan ada detik demi detiknya yang kan tersayat kerinduan, oleh ribuan kenangan yang tertinggal dari hati yang pernah ada di dalamnya.

“Desa Sembungan Dieng”

By tri vanska Dikirimkan di Puisi

Rindu Itu

Nada itu.. Ada beberapa yang hilang dari tiap petikkannya, walau tanpa minornya pun tetap saja ada yang tergenang di sudut mata. Ini tentang Aku dan kamu, pada bait terakhir yang habis begitu saja lalu menjauh.

Aaahh.. Bertahun sudah kita tlah menepi, dan syukur.. Saat kenangan itu kembali menyapaku semalam tadi, dalam mimpi..

Ada kata rindu saat itu, sewaktu asmara kembali menyapa kita dari hempasan jarak. Meski sekilas kau menyetujuinya, namun kita tahu ini hanyalah sebuah kata.

Kau bilang, Aku terlalu memuja rona kala arunika tak beranjak pergi, dan membiarkan swastamita di ujung barat dengan kesendiriannya. Atau kah, ini memang cara mu tuk ingkari kesedihan mu di akhir Januari itu!

Huufft, kau tau.. Saat kau berjalan di antara dua beringin itu, dan aku berada tepat di antara keduanya. Dengan sangat keras aku berusaha mengarahkan mu, agar langkah kaki mu tertuju kepadaku walau dengan mata mu yang tertutup sekalipun. Tapi entahlah, apakah karna hembusan angin yang membisikimu lalu mendorong langkahmu tuk berbalik dan memunggungiku, merayumu dengan manisnya kenangan akan kata – kata, dari dia yang kau luapkan air mata di hadapanku..

Hahaaha.. sudahlaah, bolehkah aku menikmati rindu ini dengan tanpa kata!

Bersamamu..

Pun tanpa pelukan..

By tri vanska Dikirimkan di Puisi

Buah Hati

Cerita sebelumnya : Remaja


Ku tinggalkan cerita pada dinding yang menguping lisan kami di kafe ini, dan membiarkan mata yang lain tertuju padanya. Masa bodoh dengan mereka yang menganggap aku dan dirinya adalah sepasang kekasih.

Ku pacu sepeda motorku tuk kembali pada seseorang yang kini menantiku, melintasi pinggiran Selatan Jakarta di waktu malam dan hingar bingar remaja yang banyak dari mereka masih bersembunyi di ketiak bapaknya

Aaahh.. Aku tahu bagaimana rasanya saat itu. Remaja yang pernah singgah padaku dahulu, dimana keangkuhan membusungkan dada dan celoteh lidah yang tak berperasaan.

Sampailah aku pada surgaku yang menanti, seorang wanita yang tlah terpilih oleh iradatNya untuk perjalanan waktu-waktuku yang kini kian merenta. Ia berdiri di antara bunga-bunga yang merambat di keheningan malam, menyambutku di antara siraman cahaya rembulan pada wajahnya. Dan kau tahu! Ada cinta yang kini terkandung dari desah nafas malam padanya. Dan kreasi penciptaan dari Rabb ku yang Maha Agung yang telah meniupkan kehidupan baru bagai cahaya pertama di langit timur yang sesaat lagi kan merona.

Jemarinya membelai perutnya yang semakin membesar, merambatkan kasih pada ujung lentik jemari pada detak jantung hati ke dua, dan berkata..

Tidurlah nak, istirahatlah namun jangan pernah kau lupa akan janji pada Tuhan mu yang satu. Dan biarkan suara malaikat terkasih itu abadi di relung hatimu, agar kelak mereka tersipu malu pada pertemuan mu tuk kali yang ke dua padanya. Ingatlah cintaku dengan apa yang tlah disampaikan oleh Rabb mu yang Maha Agung melaluinya, karna kebenaran akan kau temui di akhir langkah kakimu pada kefanaan ini, dan kau akan dapat melihatnya sejelas purnama yang tanpa awan di keheningan malam..

Lalu ia menoleh ke arah ku, menuntun jemariku untuk turut jua membelainya. Ia kembali berkata…

Tidurlah nak, dan tenanglah.. karna ayahmu kini tlah berada di antara kita dan kejahatan yang di sembunyikan oleh malam, pejamkanlah mata mu wahai anakku, sebelum engkau benar-benar tersakiti oleh teriknya dunia yang membara. Dan kembali ku ingatkan kepadamu wahai cahayaku, karna kelak engkau lah yang turut jua menerangi gerbang keabadian kami dari suramnya kesendirian, pun ampunan dari Nya untuk jiwa lusuh kami yang terpisah dari raga yang terlelap..

Tri vanska on wattpad

By tri vanska Dikirimkan di Puisi